Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali pun angkat bicara dan menegaskan bahwa sangat tak patas seorang kader menyuruh presidennya untuk mengevaluasi kinerja para pekerjanya.
“Tidak pantas ada orang partai menyuruh-nyuruh Pak Jokowi. Sedangkan Pak Jokowi tidak lebih rendah atau bawahan partai. Ini kan kepala pemerintahan, masa disuruh-suruh,” kata Ahmad Ali kepada wartawan, Senin (26/12).
“Kalau memang mau mengimbau, tidak perlu bicara ke media, karena partai tidak lebih tinggi daripada presiden,” sambungnya.
Dia memastikan, Partai NasDem akan tetap loyal kepada Presiden Jokowi bila nantinya kepala negara memutuskan untuk mencopot kadernya dari kursi Kabinet Indonesia Maju.
Saat ini, NasDem memiliki tiga kader yang dipercaya menjadi pembantu presiden. Selain, Syahrul Yasin Limpo dan Siti Nurbaya Bakar, ada Johnny G Plate yang duduk sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia.
“Komitmen itu tidak bisa dilanggar dengan alasan apapun. Jadi kami mendukung pemerintahan Jokowi sampai 2024. Nasdem dapat jatah kursi kabinet itu sejak ada kerjasama politik dari awal. Jadi kalau evaluasi, bukan karena urusan politik, tapi karena urusan kepentingan kabinet,” tegas Ali.
“Kalau kader Nasdem ada yang diganti itu bukan urusan politik, urusan kebutuhan kabinet. Seperti memasukkan PAN, itu kan prerogatif beliau. Masa Nasdem mau dibuang di tengah jalan,” cetusnya.
Sebelumnya, Ketua DPP PDIP Djarot Syaiful Hidayat meminta Presiden Jokowi untuk mengevaluasi kinerja Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar. Menurutnya, evaluasi perlu dilakukan agar Jokowi bisa meninggalkan warisan yang baik, disisa masa akhir jabatannya sebagai kepala negara.
“Mentan dievaluasi, Menhut dievalusi, Menteri Kehutanan ya, harus dievaluasi, semua menteri juga harus dievaluasi. Supaya apa, supaya ada satu darah baru yang segar, yang bisa mendukung penuh kebijakan Pak Jokowi,” kata Djarot, Jumat (23/12).
Ia mengaku prihatin dengan keputusan Mentan yang kembali mengeluarkan kebijakan impor beras. Padahal, pemerintah semestinya tidak melakukan impor ketika musim panen akan tiba karena itu bakal menyakiti para petani.
Oleh karena itu, semua pihak di pemerintah baik itu Kementerian Pertanian, Bulog, maupun Badan Pusat Statistik semestinya membuka data mengenai stok beras di dalam negeri.
“Perlu enggak kita impor, katanya masih cukup, perlu enggak kita impor. Yang penting bagi kita harga beras stabil, petaninya bisa untung, ini semua perlu dievaluasi,” pungkasnya.