Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) langkah Ketua KPK Firli Bahuri mendampingi penyidik lembaga antirasuah memeriksa tersangka gratifikasi, Gubernur Papua Lukas Enembe berpotensi melanggar aturan UU KPK.
"Undang-Undang KPK yang baru maupun lama Pasal 36 bahwa pimpinan KPK dilarang bertemu dengan orang-orang yang sedang diperiksa KPK dan bahkan itu ancaman hukumannya lima tahun," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengutip Antara, Kamis (3/11).Menurut Boyamin, Pasal 36 tidak terlalu berlaku tetapi bisa jadi perdebatan karena Firli sebagai pimpinan KPK tidak boleh bertemu terperiksa, baik saksi ataupun tersangka karena tidak pernah ada sejarah pimpinan KPK menemui orang yang diperiksa di ruangan-ruangan di kantor antirasuah itu.Pimpinan KPK, kata dia, hanya memantau dari laptop dan internet saja."Artinya bisa diduga melanggar Pasal 36 bahwa pimpinan KPK dilarang menemui terperiksa baik dalam saksi maupun tersangka. Apalagi (Lukas Enembe) ini tersangka," ujarnya.Melihat peristiwa itu, Boyamin berpendapat bahwa Firli Bahuri memahami ketentuan pasal-pasal di UU KPK lama yang menyebutkan bahwa pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut. Sedangkan dalam UU Revisi KPK Nomor 19 Tahun 2019 (UU Nomor 30 Tahun 2002) ketentuan itu tidak dihapus."Ini Pak Firli kapasitasnya bukan sebagai penyidik lagi, meskipun dia memang polisi, tetapi secara undang-undang dia bukan penuntut dan penyidik lagi. Jadi tidak ada urgensinya sebenarnya menemui Lukas Enembe," katanya.
Sindir Firli Ingin Kembali ke UU KPK yang Lama
Boyamin mengartikan pertemuan Firli Bahuri dengan Lukas Enembe dalam rangka mendampingi penyidik dan tim kesehatan melakukan pemeriksaan sebagai kabar gembira bahwa Ketua KPK akan mengembalikan UU KPK yang lama dengan mengurus dan memperjuangkan pembatalan revisi UU KPK."Saya sangat gembira dengan adanya berita Pak Firli bertemu dengan Lukas Enembe hari ini karena ini artinya Pak Firli setuju kembali ke UU KPK yang lama berarti setuju UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 dibatalkan," katanya.Menurut Boyamin, alasannya bahwa UU KPK lama yang mengatakan pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut."Artinya Pak Firli boleh datang ke tempatnya Lukas Enembe bersama penyidik dalam konteks sebagai penyidik, itu artinya harus kembali ke UU lama," kata Boyamin.Untuk itu, Boyamin akan meminta Firli Bahuri memperjuangkan pembatalan revisi UU KPK untuk mengesahkan tindakannya hari ini (Kamis) bertemu Lukas Enembe sebagai tim dari rombongan penyidik. Sementara itu, Ketua KPK Firli Bahuri merasa kedatangan Tim KPK di kediaman Lukas Enembe semata-mata untuk kepentingan penegakan hukum. Meski demikian, dalam prosesnya KPK juga mempertimbangkan hak-hak yang dimiliki tersangka."Kita ingin melakukan penegakan hukum dengan berdasar pada asas tugas pokok KPK, yaitu Kepastian Hukum, Keterbukaan, Akuntabilitas, Kepentingan Umum, Proporsionalitas, dan Menjunjung Tinggi HAM. Kita juga ingin mewujudkan tujuan penegakan hukum yaitu kepastian, keadilan, dan juga kemanfaatan dalam setiap penanganan perkara," kata Firli lewat keterangan tertulis.Proses selanjutnya, Firli mengatakan KPK akan memperhatikan hasil keterangan dari Lukas Enembe terkait pemeriksaan perkaranya sekaligus hasil pemeriksaan kesehatannya, untuk menentukan langkah penegakan hukum berikutnya.Firli kemudian menegaskan kehadiran KPK di Papua sesuai dengan amanat Pasal 113 Hukum Acara Pidana UU No. 8 Tahun 1981, bahwa: "Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya".Ia juga menegaskan kunjungan KPK dan IDI ke Papua yang disertai Pimpinan KPK merupakan bentuk pelaksanaan tugas pokok dan fungsi KPK dengan tetap memperhatikan ketentuan UU yang berlaku.Selain itu, dikonfirmasi terpisah, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan kunjungan KPK bersama tim dokter dari IDI ke rumah Enembe di Jayapura, di mana Firli turut serta merupakan bentuk pelaksanaan tugas pokok dan fungsi lembaga."Tidak ada pelanggaran Undang-undang," kata Ali kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Jumat (4/11).Ali menjelaskan kehadiran KPK di Papua sesuai dengan amanat Pasal 113 Hukum Acara Pidana Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 1981 yang menyatakan bahwa: "Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya."Dia menjelaskan bahwa secara peraturan kode etik pertemuan dimaksud juga boleh dilakukan sepanjang diketahui pimpinan lain."Dan yang Papua ini sudah digelar perkara lebih dahulu di internal struktural penindakan dan pimpinan. Artinya sudah diketahui seluruh penindakan KPK," terang Ali.