Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Xi Jinping Disebut Risiko Besar China, Pemulihan Ekonomi Jadi Taruhan




Analis menyebut Presiden Xi Jinping sebagai risiko terbesar China. Bahkan, pemulihan ekonomi China akan menjadi taruhan di tengah penurunan aktivitas akibat kebijakan zero covid-19.
Sektor properti, misalnya, saat ini mengalami krisis. Sementara, tingkat pengangguran di China meningkat. Daftar masalah yang dihadapi ekonomi terbesar kedua di dunia itu kian bertambah panjang.

Analis bahkan mengungkapkan banyak tantangan jangka panjang yang dihadapi China semakin memburuk di bawah Pemerintahan Presiden Xi Jinping.
 

Dalam satu dekade terakhir, Xi telah mengkonsolidasikan kontrol ke tingkat yang tidak terlihat sejak era pendiri komunis Negeri Tirai Bambu, Mao Zedong.

Xi adalah Kepala Partai Komunis China, negara bagian, angkatan bersenjata, dan begitu banyak komite sehingga dia dijuluki 'ketua' segalanya.

Melansir CNN, Minggu (23/10), Xi juga siap melangkah ke masa jabatan ketiga dan berpotensi memerintah seumur hidup.

Namun, seiring meningkatnya masalah China, para analis memperingatkan Xi hanya memiliki lebih sedikit ruang untuk menghindari kesalahan. 


"Saya pikir musuh terburuk dari umur panjang Xi Jinping dalam memerintah China adalah Xi Jinping sendiri," kata Direktur SOAS China Institute Steve Tsang.

"Saat dia membuat kesalahan kebijakan besar yang menyebabkan kekacauan di China berpotensi memulai proses penguraian kekuasaan Xi Jinping," lanjutnya.

Pemerintahan Mao Zedong dari 1949 hingga 1976 ditandai dengan keputusan kebijakan yang terburu-buru hingga mengakibatkan puluhan juta kematian dan menghancurkan perekonomian.

Setelah kekacauan itu, Partai Komunis mengembangkan sistem kepemimpinan kolektif yang dirancang untuk mencegah munculnya diktator lain yang dapat membuat keputusan yang sewenang-wenang dan berbahaya.

 
Pemimpin China berikutnya, Deng Xiaoping, menetapkan aturan dan preseden tidak tertulis bahwa Sekretaris Jenderal Partai Komunis akan mundur setelah dua periode.

Ketika Xi mengambil alih kekuasaan pada 2012, ekonomi China saat itu sedang booming karena terintegrasi lebih dekat dengan seluruh dunia. Tetapi bagi Xi, partai itu berada dalam keadaan krisis, yakni dikuasai oleh korupsi, pertikaian, dan inefisiensi.

Solusi Xi adalah kembali ke pemerintahan diktator dan personalistik. Dia membersihkan musuh politik dalam kampanye anti-korupsi, membungkam perbedaan pendapat internal, menghapus batasan masa jabatan presiden dan mengabadikan 'pemikiran Xi Jinping' ke dalam konstitusi partai.

Para analis bahkan menyamakan Xi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. "Putin dan Xi menderita masalah sindrom orang kuat yang sama, yaitu bahwa mereka mengubah lingkaran saran kebijakan mereka menjadi ruang gema, sehingga orang tidak lagi dapat berbicara dengan bebas," ujar Tsang.

 
Di sisi lain, Partai Komunis mengklaim kepemimpinannya membantu mengangkat ratusan juta orang keluar dari kemiskinan, mengubah desa-desa terpencil menjadi kota-kota besar yang menakjubkan.

Namun, analis menyebut tantangan ekonomi China hanya diperburuk oleh kebijakan Xi. Xi telah menjadikan misinya untuk memperkuat partai dan kontrolnya atas bisnis dan masyarakat. Dia melancarkan tindakan keras terhadap sektor swasta yang akhirnya menyebabkan PHK massal.

Beijing mengklaim peraturan yang lebih ketat membatasi perusahaan yang terlalu kuat dan melindungi konsumen, tetapi tindakan tersebut telah mencekik bisnis swasta dan memicu kekhawatiran tentang inovasi di masa depan.

Direktur 21st Century China Center Susan Shirk mengatakan para pemimpin di China 'bersaing satu sama lain' untuk membuktikan betapa setianya mereka kepada XI karena dia mempromosikan loyalis, bukan orang yang paling kompeten.
 
Shirk mengatakan pejabat lokal dengan bersemangat mengikuti Xi untuk menunjukkan kesetiaan kepada pemimpin dan melindungi karier mereka.

"Banyak rasa sakit dalam ekonomi China telah ditimbulkan sendiri oleh pemimpin China," kata Shirk.

"Jadi apa yang disarankan ini adalah ide yang cukup mengganggu, adalah bahwa Partai Komunis China tidak lagi mencap dirinya sebagai partai pembangunan, menempatkan pembangunan ekonomi sebagai tujuan utamanya. Tapi sebaliknya, itu adalah kekuasaan Xi Jinping," lanjutnya.

(fby/bir) 

Sumber Berita / Artikel Asli : CNN Indonesia

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved