Kecurigaan publik terkait keaslian ijazah Presiden Joko Widodo semakin besar, seiring dengan munculnya Omnibus Sisdiknas yang menghapus pidana ijazah palsu.
Pengamat politik Rocky Gerung menilai, saat ini publik telah lolos memperhatikan adanya aturan untuk tidak lagi mempidana orang yang berijazah palsu dalam Omnibus Sisdiknas.
"Itu tetap mesti ada pidananya, karena dia memalsukan ijazahnya itu untuk kepentingan jabatan publik, itu pidana juga," ujar Rocky seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL dalam video yang diunggah di kanal YouTube Rocky Gerung Official berjudul "Omnibus Sisdiknas Hapus Pidana Ijazah Palsu. Ada Hubungannya dengan Jokowi?", Rabu (26/10).
Namun dengan adanya Omnibus Sisdiknas, spekulasi publik menjadi luas dan mengaitkannya dengan isu ijazah palsu Jokowi.
"Orang akhirnya menghubungkan, jangan-jangan ada prediksi bahwa akan ada pengadilan, maka Omnibus Law disiapkan dulu payung hukumnya. Jadi kecurigaan itu berlanjut selama Pak Jokowi juga ada di dalam wilayah keragu-raguan untuk datang menunjukkan bahwa 'ini ijazah saya'," jelasnya.
Padahal, kata Rocky, jika Jokowi dipanggil pengadilan, itu dalam kapasitasnya sebagai warga negara, bukan sebagai presiden.
Lantaran pada saat mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jokowi masih dalam kapasitasnya sebagai warga negara.
Hal lain yang menambahkan kecurigaan publik, menurut Rocky, adalah munculnya komunitas SMP dan SMA Jokowi yang membuat reuni.
Rocky menilai, isu pemalsuan ijazah tidak lain merupakan penipuan terhadap negara, lantaran ijazah adalah dokumen negara.
Sama halnya memalsukan uang karena keduanya memiliki fungsi transaksional.
"Nah kalau dia bikin ijazah palsu, dia bukan menipu warga negara lagi, dia menipu negara masalahnya," tegasnya.
Komisi X Kritik Omnibus Law sebab Hapus Sanksi Pidana Ijazah Palsu
Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang memasukkan point-point pendidikan di dalamnya berpotensi melegalkan praktik pemalsuan ijazah.
Praktik pemalsuan ijazah dimungkinkan karena pasal pidana dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 67, 68 dan 69 dihapus.
Anggota DPR RI Fraksi PKS Dapil Sulawesi Tengah, Sakinah Aljufri, mengkritik keras dihapusnya pasal-pasal sanksi pidana dalam RUU Cipta Kerja.
“Penghapusan pasal pidana dalam draft RUU Cipta Kerja pada sektor pendidikan sangat berpotensi terhadap kembali maraknya praktik pemalsuan ijazah,” ungkap Sakinah, dikutip pada Rabu (12/10).
Menurut Sakinah, RUU Cipta Kerja sangat merugikan dunia pendidikan, karena dalam RUU ini membuka peluang untuk melegalkan praktik pemalsuan ijazah.
“Konsekwensi dari penghapusan pasal sanksi pidana atas praktik pemalsuan ijazah adalah tidak adanya ancaman pidana bagi orang-orang yang tidak bertanggung jawab, yang berani memalsukan ijazah. Ini seakan melegalkan praktik pemalsuan ijazah,” kata Sekjend Wanita Islam Al-Khairaat.
Legislator PKS asal Sulawesi Tengah ini menjelaskan bahwa adanya pasal sanksi pidana bagi pelaku pemalsuan ijazah masih tidak membuat jera palakunya apalagi jika ditiadakan sanksi pidananya.
“Adanya sanksi yang berat saja masih ada praktik pemalsuan ijazah, apalagi jika sanksinya dihapus. Saya khawatir ijazah aspal bakal marak kembali,” pungkas anggota DPR RI Komisi X.