Untuk diketahui 7 saksi yang hadir adalah sekuriti komplek Polri Duren Tiga, Abdul Zapar dan Marjuki. Lalu, Supriyadi yang merupakan buruh harian lepas dan sejumlah sakdi dari kalangan Polri yakni Ari Cahya Nugraha alias Acay, Aditya Cahya, Tomser Kristianata, M Munafri Bahtiar, Supriyadi.
Sementara itu, tiga saksi yang diundang tapi belum dihadirkan adalah, Tjong Djiu Fung alias Afung selaku pengusaha CCTV, Supriyadi selaku buruh harian lepas, Ketua RT 05 RW 01 Komplek Polri Duren Tiga Mayjen (Purn) Seno Sukarto dan Pekerja Harian Lepas (PHL) Divisi Propam Polri Ariyanto.
Dalam persidangan, Hakim Djumyanto sempat mengingatkan kepada pengunjung sidang untuk tidak melakukan live streaming pada jalannya persidangan.
Hal tersebut, kata Hakim Djumyantom untuk menjaga integritas pembuktian dalam perkara perintangan penyidikan atau obstruction of justice dengan terdakwa Brigjen Hendra Kurniawan dan Terdakwa Kombes Agus Nurpatria
“Pada pengunjung sidang jangan melakukan aktivitas live streaming dengan smart phone ya, kita hormati, karena ini untuk integritas pembuktian,” ucap Hakim Djumyanto.
Sebagai informasi, Terdakwa Brigjen Hendra Kurniawan dan Terdakwa Kombes Agus Nurpatria diancam dengan pasal yang sama dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
Pertama, Primair: Pasal 49 jo. Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsidair: Pasal 48 jo. Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atau Kedua Primair: Pasal 233 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Subsidair: Pasal 221 ayat (1) ke-2 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal 49 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU 19 Tahun 2016 merupakan perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 berbunyi: “Hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar atas perbuatan mengganggu kinerja sistem elektronik.”